Maintenence
Dapatkan Ke PC
Showing posts with label Filsafat. Show all posts
Showing posts with label Filsafat. Show all posts

Monday, December 11, 2017

Kecenderungan Mencari Tuhan - Filsafat Ketuhanan 1

Sebelum kita mengkaji lebih mendalam filsafat ketuhanan, sebaiknya kita ketahui diri kita sendiri agar, kita tidak sombong dalam artian sombong kita baru hanya mebaca 1 buku kita merasa sudah hebat melainkan harus sebaliknya, dalam kata artian tidak  ada petani yang tunduk kepada padi melainkan padi yang merunduk kepada padi.

filsafat ketuhanan kecenderungan mencari tuhan

Kita pertama membahas Kecenderungan Mencari Tuhan.


Ketika seseorang mulai menyadari eksitensi dirinya, maka timbullah  tanda tanya dalam hatinya sendiri tentang banyak hal. Dalam lubuk hati yang dalam, memancar kecenderungan untuk tahu berbagai rahasia yang masih merupakan misteri yang terselubung.

Pertanyaan-pertanyaan itu antara lain, dari mana saya ini, mengapa saya tiba-tiba ada, hendak kemana saya dan lain-lain bisikan kalbu.

Dari arus pertanyaan yang mrngalir dalam bisikan hati itu, terdapat suatu cetusan yang mempertanyakan tentang penguasa tertinggi alam raya ini yang harus terjawab. Ketika pandangan di arahkan ke lazuardi biru, maka hatipun bertanya demikian kekar dan indah.

Ketika malam kelam membelam, langit dihiasi dengan pesta cahaya bintang, mengalirlah perasaan romantis mengaguminya. Tetapi di balik kekakugaman akan romantika itu, hati mencoba menelusuri siapa dia yang menempatkan letak-letak bintang itu begitu permai, serasi dan memukau.

Tatkala seseorang beranjak lebih dewasa dan mengenyam lebih banyak lagi pengalaman, maka kecenderungan untuk ingin tahu itu lebih keras lagi. Nampak kian banyak misteri yang terselubung di balik kehidupan ini. Banyak keinginan tidak selamanya terpenuhi. Sebaliknya banyak kejadian yang mendadak tak diduga sebelumnya. Maka siapakah penguasa di balik iradah dan kemampuan insan terbatas itu ?.

Pada tahap ini, bukan saja naluri yang bergolak tetapi otak dan logika mulai main untuk membentuk pengertian dan mengambil kesimpulan tentang adanya Tuhan.

Demikianlah jadi fitrah manusia bergolak mencari dan merindukan tuhan, mulai dari bentuk yang dangkal dan bersahaja berupa perasaan sampai ke tingkat yang lebih tinggi berupa penggunaan akal (filsafat).

Boleh jadi fitrah ini sekali tertutup kabut kegelapan sehingga nampak manusia tidak mau tahu siapa penciptanya, namun kekuatan fitrah sewaktu-waktu muncul ke permukaan lautan keadaan memanisfestasikan kecenderungannya merindukan tuhannya yang begitu baik budi. Dan betapa bahagianya pencari-pencari Tuhan yang merindukan penciptanya itu, ketika mereka disambut mesra oleh Tuhan sendiri dalam bentuk petunjuk yang diwahyukan-nya melalui rasul-rasulnya, disinilah terdapat perbedaan antara naluri, akal dan wahyu yang membuahkan ma’rifah, pegenalan terhadap Allah dengan sebenar-benarnya.

Penulis Buku - Dr. H. Hamzah Ya'Kub

Pengertian Filsafat Dari Para Ahli - Filsafat Ketuhanan 2

Oke kali ini pembuat artikel akan melanjutkan artikel sebelumnya dimana artikel sebelumnya ialah kecenderungan mencari tuhan pada bagian pertama dari filsafat ketuhanan, Pengertian Filsafat dari filsafat ketuhanan silahkan dibaca pada bagian bawah images 

Pengertian Filsafat - Filsafat Ketuhanan

2. Pengertian Filsafat

Sebelum dikaji pengertian  "Filsafat Ketuhanan" maka terlebih dahulu perlu diketahui apa arti "filsafat" dan bagian-bagiannya dimana filsafat ketuhanan merupakan salah satu bagian dari padanya.

Dilihat dari segi bahasa, maka perkataan "filsafat" adalah bentuk kata Arab yang berasal dari bahasa yunani "philosophia", yang merupakan kata majemuk. Philo berarti suka atau cinta, dan sophia berarti kebijaksanaan.

Jadi arti menurut namanya saja : cinta kepada kebijaksanaan.

Dalam kata Belanda didapati perkataan "Wijsbegeerte". Wijs, berarti cakap, pandai atau bijaksana. Begeerte, adalah nama benda atau pekerjaan. Begeren, megandung arti "menghendaki sekali" atau "ingin sekali".

Jadi "Wijs begeerte" berarti: "kemauan yang keras untuk mendapatkan kecakapan seseorang yang bijaksana", yang biasanya dinamakan "wijse" (orang yang bijaksana).

Menurut sejarah filsafat, istilah "philosophi", pertama sekali diperguakan dalam sekolah Socrates, Kemudian Plato menamakan suatu ilmu pengetahuan tentang kegiatan jiwa manusia.

Guna memahami maksud dan tujuan serta lingkaran pembahasan filsafat, maka tidak hanya diperlukan makna filsafat menurut bahasa (logat), melainkan lebih daripada itu diperlukan pengertian menurut istilah yang diberikan oleh para ahli yang terkadang jauh lebih luas dibandingkan dengan arti menurut bahasa.

Percakapan antara Herodates dan Thucydides (Yunani) membayangkan makna filsafat menurut alam fikiran yunani yakni sebagai berikut : "Perasaan cinta kepada ilmu kebijaksanaan dengan keinginan untuk memperoleh kepandaian atau ilmu kebijaksanaan itu".

Plato seorang filsuf Yunani menghendaki agar sarjana-sarjana filsafat yang seharusnya dijadikan penjaga negara. Dalam hubungan ini, Plato berpendapat bahwa filsafat bukanlah pengetahuan kebijaksanaan dan kepandaian melaingkan kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan pengetahuan yang luhur-luhur itu.

Dalam sekolah Socrates dan Plato, philosophia dipergunkan sebagaia nama ilmu pengetahuan tentang aktivitas jiwa manusia.

Aristoteles (348-322 S.M) menegaskan  filsafat dengan makna yang pendek : Ilmu tentang kebenaran.

Kemudian dijelaskannya bahwa kebenaran itu harus didapatkan dengan ilmu-ilmu metafisika, rhetorika, ethika, ekonomi, politik dan aesthetika.

Heracleitos (536-470 S.M) dan Phytagora mengemukakan " sarjana-sarjana filsafat ialah orang-orang yang suka kepada ilmu kepandaian".

Cicero (106-3 S.M) mengemukakan : "ilmu filsafat adalah ibu dari semua ilmu pengetahuan lainnya. Ilmu filsafat adalah ilmu pengetahuan yang terluhur, dan keinginan untuk mendapatkannya".

Thomas Hobbes (1588-1679 M) seorang filosof Inggris mengemukakan : "Ilmu filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menerangkan perhubungan hasil dan sebab-sebab dan hasilnya, dan oleh karena itu senantiasa adalah perubahan".

Immanuel Kant (1724-1804 M) seorang filosof jerman berpendapat : "filsafat sebagai ilmu penegetahuan yang menyelediki dasar-dasar untuk mengetahui sesuatu dan untuk bertindak".

Prof. Dr. M.J. Langeveld mahaguru "Rijk Universiteit Utreech" dalam bukunya  "op wegnaar wijsgerig Denken" (Menuju pemikiran filsafat) mengemukakan antara lain : "...... dalam kita memikirkan dan menyelami masalah-masalah apapu juga dalam hubungannya dengan keseluruhan serwa sekalian secara radikal, yaitu mulai pada dasarnya hingga konsekwensi-konsekwensinya yang terakhir - dan menurut sistim, artinya dengan membuktikan yang dapat diterima oleh akal dengan susun-menyusun serta hubung-menghubung secara bertanggung jawab. hasil pembuktian dan uraian  itu keseluruhannya dinamakan filsafat".

I.R. Pudjawijatna dalam bukunya yang berjudul "Pembing ke arah alam filsafat", setelah mengemukakan arti filsafat menurut bahasa "ingin mengerti dengan mendalam" atau cinta kepada kebijaksanaan" tidak lain daripada usaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya dan hal demikian itu sesuai benar dengan kecenderungan manusia untuk menegerti. ia berkesimpulan bahwa pembatasan filsafat sebagai berikut : "filsafat ialah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamya bagi segala sesuatu berdasarkan atas fikiran belaka".

Drs. Hasbullah Bakri SH. Menyimpulkan definisi filsafat sebagia berikut: "ilmu filsafat ialah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga menghasilkan pengethuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelahb mencapai pengetahuan itu".

Kemudian secara simpel, ingin kami simpulkan pula bahwa : Filsafat ialah kebijaksanaan (hikmah) menggunakan akal fikiran untuk mengethui kebenenaran yang hakiki.


Penulis Buku - Dr. H. Hamzah Ya'Kub

Konsep Dasar Filsafat Ilmu - Filsafat Ilmu 1


Pernahkah dalam hati kita bertanya kenapa manusia diciptakan berbeda jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan? Atau mengajukan pertanyaan, mengapa kita ada di dunia ini? Dan untuk apa kita hidup di dunia ini? Kenapa kita memiliki perasaan sedih, gembira, takut, gelisah, dan malu? Mengulas kiasan dari Martinus “Aku datang, entah dari mana. Aku ini, entah siapa.

Aku pergi, entah kemana. Aku akan mati, entah kapan. Aku heran bahwa aku gembira”. Berawal dari keingintahuan dari pikiran hati kita yang terdalam, pada dasarnya kita sudah melakukan kegiatan berfilsafat. Filsafat adalah suatu tindakan ataupun suatu aktivitas.1 Maka, konsep dasar yang pertama, yang dilakukan seseorang jika disebut sedang berfilsafat yaitu aktivitas untuk kegiatan berpikir.

Filsafat sebagai sebuah aktivitas untuk berpikir secara mendalam tentang pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup manusia seperti apakah Tuhan itu ada, seperti apa tujuan hidup dan cita cita kita, serta kenapa manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Yang kedua, setelah kegiatan berpikir yaitu keterampilan menjawab permasalahan. Menjawab permasalahan yang dimaksud adalah persoalan yang terkait dengan pikiran-pikiran yang menjadi rasa keingintahuan kita. Tujuan belajar filsafat menjadikan kita akan mendapatkan beberapa keterampilan seperti memikirkan suatu masalah secara mendalam dan kritis, membentuk argumen dalam bentuk lisan maupun tulisan secara sistematis dan kritis, mengkomunikasikan ide secara efektif, dan mampu berpikir secara logis dalam menangani masalah masalah kehidupan yang selalu tidak terduga. Yang ketiga, setelah keterampilan menjawab permasalahan yaitu mengambil hikmah dari permasalahan dan kesimpulan yang diperoleh. Filsafat mengajarkan kita untuk melakukan analisis, dan mengemukakan ide dengan jelas serta rasional.

Filsafat mengajarkan kita untuk mengembangkan serta mempertahankan pendapat secara sehat. Artinya bahwa kita sebagai manusia akan mampu melihat masalah dari berbagai sisi, berpikir kreatif, kritis, mampu mengatur waktu dan diri, serta mampu berpikir fleksibel di dalam menata hidup yang terus berubah. Filsafat mengajak kita untuk memahami dan mempertanyakan ide-ide tentang kehidupan, tentang nilai nilai hidup, dan tentang pengalaman kita sebagai manusia. Dari hal tersebut filsafat mencoba menjawabnya secara rasional, kritis, sistematis, dan logis. Ketika belajar filsafat, kita akan berjumpa dengan pemikiran para filsuf besar sepanjang sejarah manusia. Adapun pemikir filsafat ilmu seperti Plato, Aristoteles, Immanuel Kant, Thomas Aquinas, dan Jacques Derrida.

Berikut pembahasan mengenai konsep dasar filsafat ilmu

Baca Selanjutnya

Filsafat Ilmu - Drs. Lies Sudibyo, M.H, Drs. Bambang Triyanto, M.M, Meidawati Suswandari, S.Pd., M.Pd.

Hakikat Filsafat Ilmu - Filsafat Ilmu 2

Filsafat merupakan kata majemuk dari kata-kata philia (persahabatan, cinta) dan sophia (kebijaksanaan). Sehingga memiliki arti sebagai seseorang “pencinta kebijaksanaan”.

Advertise

KODE IKLAN DISINI

Safe Link Converter

Encrypting your link and protect the link from viruses, malware, thief, etc!
Made your link safe to visit.





How to use our tool:

  1. Click on How To Use menu above.
  2. Click on the code and CTRL + C on your keyboard.
  3. Paste the code in your HTML blog theme before the </body>.
  4. Save your HTML blog theme. you are done!
  5. Now, your blog's outbound links was encrypted!

Advertise

KODE IKLAN DISINI

Your link show here



Advertise

KODE IKLAN DISINI



Hakikat Filsafat Ilmu - Filsafat Ilmu 2

Akan tetapi, terdapat juga yang mengurainya dengan kata philare atau philo yang berarti cinta dalam arti yang luas yaitu “ingin” dan berusaha untuk mencapai yang diinginkan. Kemudian dirangkai dengan kata sophia artinya kebijakan, pandai, dan pengertian yang mendalam. Dengan mengacu pada konsep tersebut maka dipahami bahwa filsafat dapat diartikan sebagai sebuah perwujudan dari keinginan untuk mencapai pandai dan cinta pada kebijakan.

Disamping itu dalam pandangan John Losee dalam bukunya yang berjudul “A Historical Introduction to the Philosophy of Science, Fourth edition, menyatakan tentang: The philosopher of science seeks answers to such questions as:

1. What characteristics distinguish scientific inquiry from other types of investigation?
2. What procedures should scientists follow in investigating nature?
3. What conditions must be satisfied for a scientific explanation to be correct?
4. What is the cognitive status of scientific laws and principles?.

Artinya bahwa tugas dari pemikir filsafat ilmu ialah untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan berkaitan dengan 4 pokok bahasan: pertama, berkaitan dengan apa yang menjadi perbedaaan ilmiah karakteristik tipe setiap ilmu satu dengan ilmu lainnya dengan metode penelitian. Kedua, prosedur apa yang harus dilakukan secara ilmiah dalam melakukan penelitian atas kenyataan yang terjadi di alam?, Ketiga, apa yang wajib dilakukan dalam memperoleh penjelasan ilmiah untuk melakukan penelitian dan eksperimen?. Keempat, apakah teori itu dapat diambil sebagai konsep dan prinsip-prinsip ilmiah?.

John Losee yang beragumen terhadap 4 pokok bahasan tersebut, dipertegas oleh Kattsoff yang merangkum nya dalam karakteristik filsafat, meliputi:

1. Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2. Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.
3. Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4. Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5. Filsafat bersifat komprehensif.

Sedangkan, dalam argument yang sedikit berbeda dari Ali Mundhofir menyimpulkan bahwa ciri-ciri dari seseorang berfikir filsafat, diantaranya:

1. Berpikir secara radikal.
2. Secara universal.
3. Secara konseptual.
4. Secara kohern dan konsistensi.
5. Secara sistematik.
6. Secara komprehensif.
7. Secara bebas.
8. Secara tanggung jawab.

Berdasarkan ciri-ciri filsafat di atas, terdapat analogi pandangan mengenai sudut pandang filsafat ada 6 kategori, yaitu:

Pertama, filsafat erat kaitannya dengan sastra. Sastra sebagai bagian dari filsafat dikarenakan dalam sebuah ekspresi sastra tidak jarang bahasa yang diungkapkan mengandung nilai-nilai sastra. Akan tetapi tidak semua sasatra masuk dalam kategori filsasafat sebab setiap seni sasatra memiliki karakteristik dan kekhasannya masing masing.

Kedua, fisafat erat arena politik dan sosial. Hal ini berkaitan dengan pandangan bahwa karya filsafat dipandang sebagai dimensi dari ideologi yang merupakan bagian dari konsep negara.

Ketiga, filsafat erat kaitannya dengan komponen metodologi. Seseorang dalam memperoleh kebenaan yang pasti harus memulainya dengan sesuatu yang diragukan terlebih dahulu. Dan seseorang tidak akan mudah langsung percaya sedemikian rupa, karena ada proses mencerna akan informasi dan data yang diperolehnya. Sehingga menurut Descrates seolah-olah manusia memiliki sikap yang skeptis terhadap informasi yang pertama kali didengarkannya.

Sebagai pemecahannya terdapat langkah-langkah atau cara metodis yang menjadikan manusia untuk berpaling dari keraguannya menjadi kepastian dari sebuah informasi dan data yang didengarnya. Langkah tersebut meliputi:

a. Mulailah dengan meragukan sesuatu yang pertama kali kita terima sebagai sebuah kebenaran.
b. Klasifikasikan masalah-masalah atau informasi yang sederhana hingga yang rumit (kompleks).
c. Berikan pemecahan masalah dari yang sederhana lalu bertahap kearah yang lebih rumit.
d. Periksa kembali secara keseluruhan jika ada permasalahan (informasi) yang terabaikan atau terlewati.

Keempat, filsafat erat kaitannya dnegan analisis bahasa. Kritik bahasa yang dimaksud adalah bertujuan untuk mengklarifikasi pemikiran secara logis.

Kelima, filsafat dikaitkan dengan menghidupkan kembali pola pikir filsasfat di masa terdahulu. Hal ini mengharapkan bagi para filsuf untuk mempelajari sejarah dari filsasafat.

Keenam, filsafat yang bermula dari mendominasi pemikiran tentang tingkah laku dan etika.

Baca Selengkapnya

Filsafat Ilmu - Drs. Lies Sudibyo, M.H, Drs. Bambang Triyanto, M.M, Meidawati Suswandari, S.Pd., M.Pd.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu - Filsafat Ilmu 3

Filsafat merupakan induk dari semua ilmu. Dikarenakan objek material filsafat bersifat umum berupa seluruh kenyataan, di sisi lain ilmu-ilmu dalam filsafat membutuhkan objek khusus. Sehingga, menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat. Meskipun demikian, masing masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, bukan berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu - Filsafat Ilmu 3

Oleh karena itu, prinsip dasar filsafat tetap mengkaji tentang: Pertama, filsafat tentang pengetahuan yang mengkaji pengetahuan dan kebenaran, epistemologi, logika, dan kritik ilmu-ilmu. Kedua, filsafat tentang keseluruhan kenyataan dengan kajiannya eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakikat), metafisika umum (ontologi), metafisika khusus: antropologi (tentang manusia), kosmologi (tentang alam semesta), teologi (tentang tuhan). Ketiga, filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan yang mengkaji kebaikan dan keindahan, etika, dan estetika. Keempat tentang sejarah filsafat yaitu berbicara tentang kajian ruang dan waktu.

Sedangkan dalam pandangan Moh Adib menyatakan bahwa ilmu filsafat mempelajari 2 obyek kajian yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah apa yang dipelajari dan dikupas sebagai bahan (materi) pembicaraan. Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran menyelidiki oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari oleh ilmu itu. Objek material filsafat illmu adalah pengetahuan itu sendiri, yakni pengetahuan ilmiah yang telah di susun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.

Mudhofir juga menegaskan bahwa objek material merupakan sasaran pemikiran akan sesuatu yang sedang diselidiki atau yang dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit misalnya manusia, tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, dan kerohanian. Objek formal sebagai cara memandang, cara meninjau oleh peneliti terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang yang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda.

Di samping itu, menurut Surajiyo memberikan opini mengenai objek material sebagai suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu. Sehingga dalam obyek material tidak lepas dari ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, maka dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Terkait objek formal filsafat ilmu berkaitan tentang hakikat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem ilmu pengetahuan, seperti: apa hakikat ilmu, apa fungsi ilmu pengetahuan, dan bagaimana memperoleh kebenaran ilmiah. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

Berdasarkan beberapa argument tentang obyek material dan formal di atas, kemudian dijabarkan dalam 3 aspek secara umum dari obyek kajian filsafat ilmu meliputi:

a. Landasan ontologis berbicara tentang obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan?.
b. Landasan epistemologis berkaitan dengan Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?.
c. Landasan aksiologis mengkaji tentnag Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?.

Sementara itu menurut Rizal&Misnal13 bahwa cabang-cabang utama filsafat ilmu terdiri dari:

a. Metafisika Metafisika adalah cabang filsafat yang membahas persoalan tentang keberadaan dan eksistensi. Christian wolff mengklasifikasikan metafisika sebagai metafisika umum (Ontologi), metafisika khusus (psikologi, kosmologi, theology).

Ada beberapa peran metafisika dalam ilmu pengetahuan,yaitu:

Metafisika mengerjakan cara berfikir dengan cermat dan terus menerus dalam pengembangan ilmunya.

1) Metafisika menuntut orisinalitas berfikir yang sangat diperlukan bagi ilmu pengetahuan.
2) Metafisika memberi bahan pertimbangan yang kuat pada ilmu pengertahuan yang berlandaskan pada anggapan-anggapan atau tidak pasti.
3) Menimbulkan cara pandang yang semestinya, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa sekarang.
b. Epistemologi Epistemologi berasal dari yunani yaitu “episteme” yang berarti pengetahuan atau knowledge dan “logos” yang berarti teori. Jadi epistemologi adalah teori ilmu pengetahuan. Istilah-istilah lain yang setara dengan epistemologi adalah:

1) Kriteriologi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan ukuran benar atau tidaknya pengetahuan.
2) Kritik pengetahuan, yaitu pembahasan mengenai pengetahuan secara kritis.
3) Gnosiology, yaitu perbincangan mengenai pengetahuan yang bersifat ilahiah (gnosis).
4) Logika material, yaitu pemnbahasan logis dari segi isinya, sedangkan logika formal lebih menekankan pada segi bentuknya.

Objek material epistemologi adalah pengetahuan sedangkan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan. Persoalan-persoalan penting yang dikaji dalam epistemologi berkisar pada masalah: asal-usul pengetahuan, peran pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan antara pengetahuan dengan kebenaran, kemungkinan skeotisisme universal dan bentuk-bentuk perubahan pengetahuan yang berdasarkan konseptualisasi baru mengenai dunia.

Semua pengetahuan hanya dikenal dan ada dalam pikiran manusia, tanpa pikiran pengetahuan tidak akan eksis. Bahm menyebutkan delapan hal penting yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia yaitu mengamati, menyelidiki, percaya, hasrat, maksud, mengatur, menyesuaikan, dan menikmati. Perbincangan penting dalam epistemologi terkait degan jenis-jenis pengetahuan. Ada dua jenis pengetahuan yaitu pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah. Pengetahuan ilmiah memiliki pengenalan ciri berlaku umum, mempunyai kedudukan mandiri, mempunyai dasar pembenaran, sistematik, dan intersubjektif.

Pengetahuan di pandang dari jenis pengetahuan yang di bangun dapat di bedakan yaitu pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafati dan pengetahuan agama yang memiliki sifat dogmatis. Sedangkan pengetahuan di pandang atas dasar kriteria karakteristiknya dapat dibedakan yaitu indrawi, akal budi, intuitif dan kepercayaan atau otoritatif.

c. Aksiologi
Aksiologi ini membahas tentang masalah nilai. Problem utama aksiologis menurut Runes berkaitan dengan kodrat nilai berupa problem, jenis-jenis nilai menyangkut perbedaan pandangan, kriteria nilai artinya ukuran untuk menguji nilai yang di pengaruhi sekaligus oleh teori psikologi dan logika dan status metafisika nilai mempersonalkan tentang bagaimana hubungan antara nilai terhadap fakta fakta yang diselidiki melalui ilmu-ilmu kealaman.

Salah satu cabang aksiologis yang banyak membahas masalah nilai baik atau buruk adalah bidang etika yang mengandung tiga pengertian yaitu bisa dipakai dalam arti nilai atau norma moral yang menjadi pegangan dalam mempengaruhi tingkah lakunya, kumpulan asas/nilai moral, dan ilmu tentang yang baik atau buruk.

Baca Selengkapnya

Filsafat Ilmu - Drs. Lies Sudibyo, M.H, Drs. Bambang Triyanto, M.M, Meidawati Suswandari, S.Pd., M.Pd.

Histori Filsafat Ilmu - Filsafat Ilmu 4

Perkembangan filsafat terdiri dari beberapa masa. Berikut ini masa-masa yang dilalui oleh para pemikir filsafat dalam ide dan opininya.

Advertise

KODE IKLAN DISINI

Safe Link Converter

Encrypting your link and protect the link from viruses, malware, thief, etc!
Made your link safe to visit.





How to use our tool:

  1. Click on How To Use menu above.
  2. Click on the code and CTRL + C on your keyboard.
  3. Paste the code in your HTML blog theme before the </body>.
  4. Save your HTML blog theme. you are done!
  5. Now, your blog's outbound links was encrypted!

Advertise

KODE IKLAN DISINI

Your link show here



Advertise

KODE IKLAN DISINI



Histori Filsafat Ilmu - Filsafat Ilmu 4

Pertama, dimulai pada masa Yunani Kuna. Di masa Yunani Kuna (abad IV–VI SM) filsafat merupakan upaya manusia dalam keingintahuannya mencari kebijaksanaan. Secara etimologis arti filsafat, yaitu philosophia artinya senang. Penjabaran dari philosophia yaitu suka (philos) akan kebijaksanaan (sophia). Bagi orang Yunani, senang akan kebijaksanaan selalu diarahkan dengan kepandaian yang bersifat teoritis dan praktis. Kepandaian bersifat teoritis adalah upaya manusia mencari pengetahuan yang penuh dengan gagasan dan ide-ide ataupun konsep-konsep yang tentunya sejalan dengan cara atau alam pikiran mereka. Awal mula dari munculnya gagasan ataupun ide-ide diarahkan untuk memahami alam semesta berupa mitos mitos. Di dalam mitos-mitos tersebut, terdapat kekuatan alam semesta dari para Dewa. Sehingga bangsa Yunani pola pikiran bersifat magis bahkan dianggap tidak rasional, karena hanya Dewa menjadi kekuatan magis bagi kehidupan mereka.

Sedang kepandaian yang bersifat praktis adalah upaya mencari pengetahuan yang diarahkan untuk menemukan kegunaan dari pengetahuan itu. Apabila pengetahuan itu bermanfaat ataupun berguna, maka peran ataupun fungsi pengetahuan sangatlah berarti bagi manusia ataupun orang banyak. Bagi bangsa Yunani, pengetahuan praktis adalah pengetahuan yang mendasarkan pada suatu keterampilan dan memiliki tujuan tertentu. Keterampilan itu misalnya keterampilan atau keahlian membuat suatu bangunan, suatu karya sastra, suatu karya musik, atau seni suara, keterampilan olah tubuh atau berolahraga dan sebagainya.

Dari perkembangan secara historis, bangsa Yunani mengalami perubahan dalam cara berpikir, cara untuk mendapatkan pengetahuan yang berbeda dengan yang telah ada, yaitu mulai mengembangkan daya penalaran yang lebih rasional dan logis. Penalaran tersebut diaktualisasikan atau diwujudkan dengan bentuk mencari sebab terdalam atau “sebab pertama” dari alam semesta ini. Perubahan cara berpikir dari mitis ke logos (rasional) memunculkan juga pandangan para filsuf yang berusaha menguak rahasia alam dengan berbagai pendapat atau argumen tertentu yang lebih rasional. Seperti misalnya, para filsuf alam yaitu Thales yang berpendapat bahwa asas di dunia ini adalah air, sedang Anaximandros mengatakan asas itu adalah “yang tidak terbatas” (apeiron) dan Anaximenes menyebut udara sebagai asas pertama. Beberapa filsuf lainnya yang secara tidak langsung mewariskan pengetahuan pada umat di dunia ini seperti Plato (dengan dunia idea). Aristoteles (teori materi bentuk atau hilemorfisme), Phytagoras (dasar perhitungan aritmatika dan dalil Phytagoras) dan Hipocrates (dianggap sebagai Bapak Kedokteran sebagai ahli pengobatan).

Kedua, masa pada Abad Pertengahan (Middle Ages). Masa ini merupakan masa yang berlangsung sekitar sembilan abad dan pada awal Abad Masehi itu ditandai dengan munculnya para pujangga Kristen dan mereka mendasarkan pengetahuan keagamaan secara teologis. Alam pemikiran manusia di masa itu bersifat teosentris dan imago dei. Bersifat teosentris artinya dasar pengetahuan manusia diarahkan pada ajaran teosentris atau agama, sedang imago dei memiliki pengertian bahwa manusia di Abad Pertengahan dianggap sebagai citra Tuhan, manusia dalam bertindak, berperilaku haruslah sesuai dengan keinginan Tuhan, dan ajaran keagamaan. Pada Abad Pertengahan terjadi pertukaran kebudayaan antara bangsa Timur dengan bangsa Barat. Kebudayaan Arab mewarisi banyak karya Yunani Klasik. Banyak filsuf Arab seperti Ibnu Sina sangat berminat dengan ajaran Aristoteles dan ia memberikan dasar ilmu pengetahuan kedokteran di Barat. Karya-karya bangsa Yunani, khususnya ajaran dari Aristoteles banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh para filsuf Arab dan dari sanalah para filsuf Barat menerjemahkan dan mempelajarinya dan mengembangkannya ke dalam pemikiran para filsuf Barat.

Ketiga, Abad Renaissance (X–XVII). Abad ini merupakan abad yang sangat memperhatikan dan berpusat pada “kekuatan” manusia, tidak hanya kekuatan yang bersifat fisik, melainkan kemampuan akal budi manusia. Pengertian Renaissance atau kelahiran kembali diartikan sebagai lahirnya atau dihidupkannya kebudayaan Yunani Kuno dan Roma. Pada awalnya Abad Renaissance ditandai dengan gerakan kesenian, yaitu suatu gerakan yang mencoba menghadirkan karya-karya seni yang bernafaskan atau bergaya Yunani Kuno dan Roma. Bebagai karya seni seperti seni pahat, seni lukis, seni bangun, arsitektur, kesusasteraan, sangat mewarnai kehidupan bangsa Eropa pada waktu itu. Gerakan kesenian tersebut disebut juga sebagai Gerakan Seni Humanisme yang memuncak pada abad XIV dan pada karya-karya seni itu bercirikan harmonisasi di setiap bidang atau bagian, baik dari struktur, bentuk, ragam hias maupun estetisnya. Ciri lainnya adalah tampilnya nilai-nilai kemanusiaan, karya seni dan manusia dilihat secara alamiah atau natural serta nilai keagungan, yaitu menampilkan karya seni dalam kemegahan dengan membangun bangunan ataupun patung, lukisan yang berukuran besar, tinggi dan penuh dengan ragam hias/detil yang sangat beragam. Dari gerakan seni humanisme inilah, manusia Renaissance mulai mengadakan penyelidikan tentang pengetahuan yang mengarah pada kekuatan alam semesta. Timbul minat untuk menyelidiki ilmu pengetahuan kealaman dengan keinginan yang sangat besar untuk menguak rahasia alam. Alam semesta diamati, diselidiki dengan ketelitian yang sangat cermat dan didukung dengan pemikiran yang sangat rasional, bahkan sangat kuantitatif. Inilah awal mula munculnya ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu kedokteran, dan biologi. Beberapa tokoh Abad Renaissance seperti Pertrarca, Bocasio, Eramus, Michelangelo, Leonardo da Vinci, Galileo Galilei, Copernicus, J. Keppler sangat berperan dalam perkembangan seni dan ilmu pengetahuan kealaman di dunia ini.

Keempat, Abad Aufklaerung atau Pencerahan (abad XVIII). Puncak kejayaan bangsa Eropa ditandai dengan hadirnya masa Aufklaerung (yang disebut juga sebagai masa Pencerahan atau Fajar Budi). Abad ini merupakan abad kelanjutan dari masa Renaissance, kemampuan akal budi manusia diaktualisasikan dengan munculnya ilmu pengetahuan kealaman yang didukung dengan berbagai percobaan. Eksperimentasi yang berlandaskan aspek metodologis dan akademis. Faktor akademis yang telah dirintis sejak Abad Renaissance memunculkan kaum intelektual dari berbagai universitas di Eropa, yang mencoba menggabungkan antara unsur teoritis dengan unsur praktis. Mereka berupaya menginginkan bahwa ilmu pengetahuan harus memiliki peran dan berguna bagi orang banyak. Gerakan intelektual berkembang cepat di kawasan Eropa, seperti di Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda. Salah satu sumbangan bagi kemajuan khasanah ilmu pengetahuan adalah munculnya kaum Ensiklopedis yang berusaha menyusun pemikiran-pemikiran tentang ilmu pengetahuan, kesenian, ke dalam sejumlah buku dan kelak kemudian lebih dikenal sebagai Ensiklopedi. Salah satu ensiklopedi yang tertua adalah ensiklopedi Britanica. Tokoh yang sangat terkenal dalam bidang fisika adalah Newton, David Hume tokoh Empirisme dari Inggris, serta Voltaire, Montesquieu dan J.J. Rousseau yang berasal dari Prancis, mereka adalah para ahli di bidang kenegaraan dan politik.

Kelima, pasca Aufklaerung yang mulai berlangsung pada abad XIX hingga abad XXI ini. Abad-abad tersebut ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Ilmu filsafat telah berkembang sebagai ilmu filsafat yang otonom, artinya memiliki objek, metode atau pendekatan yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu filsafat yang tetap berbasis kekritisannya dalam menganalisa kajiannya. Sedang ilmu pengetahuan berkembang menjadi 3 kelompok besar, yaitu ilmu pengetahuan kealaman, ilmu budaya, dan ilmu pengetahuan sosial. Ketiga cabang ilmu pengetahuan tersebut berkembang pula sehingga memiliki banyak cabang ilmu. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan manusia, maka pendekatan yang sifatnya kajian lintas ilmu, multi disiplin menyebabkan ilmu pengetahuan satu dengan lainnya saling bekerja sama untuk menghadapi kebutuhan (juga intelektualitas) manusia di dunia ini yang semakin kompleks. Untuk itulah para ilmuwan seakan-akan berlomba menciptakan teknologi baru dalam mengantisipasi arus globalisasi yang semakin cepat.

Filsafat Ilmu - Drs. Lies Sudibyo, M.H, Drs. Bambang Triyanto, M.M, Meidawati Suswandari, S.Pd., M.Pd.

Pengertian Filsafat dan Objeknya - Filsafat Islam 1

Dalam Pengertian atau Pembicaraan tentang Filsafat dan Objeknya atau Filsafat islam tidak bisa terlepas dari pembicaraan filsafat umum. Berpikir filsafat merupakan hasil usaha manusia yang berkesinambungan di seluruh jagad raya ini. Akan tetapi, berfikir filsafat dalam arti berpikir bebas dan mendalam atau radikal yang tidak dipengaruhi oleh dogmatis dan tradisi disponsori oleh filososf-filosof Yunani. Oleh karena itu, sebelum kita memperkenalkan filsafat islam secara khusus, ada baiknya kita perkenalkan terlebih dahulu filsafat secara umum.

Pengertian filsafat dan objeknya dalam filsafat islam bagian pertama 1

Pengertian Filsafat dan Objeknya

Akal merupakan salah satu anugerah Allah Swt. yang paling istimewa bagi manusia. Sudah sifat bagi akal manusia yang selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu termasuk dirinya sendiri. pengetahuan yang dimiliki manusia bukan dibawa sejak lahir karena manusia ketika dilahirkan belum mengetahui apa-apa.

Ada dua bentuk pengetahuan, yaitu pengetahuan yang bukan berdasarkan hasil usaha aktif dari manusia dan pengetahuan yang berdasarkan hasil usaha aktif manusia. Manusia pertama diperoleh manusia melalui wahyu, sedangkan pengetahuan kedua diperoleh manusia melalui indra dan aka. Pengetahuan dalam bentuk kedua ini ada yang disebut dengan pengetahuan indra, pengetahuan ilmu (sains), dan pengetahuan filsafat, pengetahuan indra yaitu Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman sehari-sehari, seperti api panas, air membasahi, dan lain-lain. Sementara itu, pengetahuan ilmu adalah pengetahuan diperoleh melalui penyeledikan atau penelitian dengan menggunakan pendekatan ilmiah, seperti meneliti mengapa api panas dan apa unsur-unsur yang terdapat dalam api. Sementara itu, pengetahuan filsafat merupakan hasil proses berpikir dalam mencari hakikat sesuatu secara sistematis, menyeluruh, dan mendasar, seperti pengetahuan tentang api, apa hakikat api, dan dari mana asal api. Jadi, pengetahuan filsafat adalah mencari hakikat sesuatu sampai ke dasar segala dasar atau sedalam-dalamnya. Ciri dasar dari segala dasar inilah yang membedakannya dengan ilmu atau sains. Hal ini disebutkan ilmu membatasi dirinya dengan pengalaman, sedangkan filsafat tidak demikian, bahkan filsafat menyelidiki sesuatu tanpa batas sampai ke akar-akarnya.

Filsafat adalah  kata majemuk yang berasal dari bahasa Yunani, yakni Philoshopia  dan Philosophis. Philo, berarti cinta (loving), sedangkan sophia atau sophos, berarti pengetahuan atau kebijaksanaan (wisdom). Jad, Filsafat secara sederhana berarti cinta pada pengtahuan atau kebijaksanaan Pengertian cinta yang dimaksudkan disini adalah dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan dengan rasa keinginan itulah ia berusaha mencapai atau mendalami hal yang diinginkan. Demikian juga yang dimaksudkan dengan pengetahuan, yaitu tahu dengan mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai ke dasar segala dasar.

Kemudian, orang arab  memindahkan kata Yunani Philoshopia ke dalam bahasa arab menjadi falsafa. Hal ini sesuai dengan tabiat susunan kata-kata Arab dengan pola fa 'lala, fa 'lalah dan fi 'lal. karena itu, kata benda dari kata kerja falsafa Seharusnya falsafah dan filsafat. Dalam kamus Besar bahasa Indonesia kata ini terpakai dengan sebutan fisafat

Para penulis sejarah filsafat beramsumsi bahwa orang yang pertama menggunakan kata filsafat adalah Phytagoras (w.497 SM). Kata ini digunakannya sebagai reaksi terhadap orang yang menamakan dirinya ahli pengetahuan. Manusia, Menurutnya, walaupun akan menghabiskan semua umurnya. Oleh sebab itu, yang pantas bagi manusia ialah pecinta pengetahuan (filosof), sehingga terkenal ungkapannya:

"Saya tidaklah ahli pengetahuan, karena ahli pengetahuan itu khusus bagi Tuhan saja. Saya adalah filosof, yakni pencinta ilmu pengetahuan."

Akan tetapi, kata filsafat populer pemakaiannya sejak masa sekolah sokrates dan plato. Namun yang pasti, kata filsafat ini telah ada sejak masa filosof Yunani.

Dalam buku-buku atau referensi ditemukan berbagai definisi filsafat. Kergaman definisi ini menandakan luasnya lingkungan bahasa filsafat. Namun, pada prinsipnya dalam keragaman tersebut terdapat keseragaman tujuan. oleh karena itu, secara simpel dapat dikatakan, filsafat adalah hasil proses berpikir rasional dalam mencari hakikat sesuatu secara sistematis, menyeluruh (universal), dan mendasar (radikal).

Dari Uraian di atas dapat dilihat bahwa berpikir filsafat mengandung ciri-ciri rasional, sistematis, universal atau menyeluruh dan mendasar atau radikal. Berpikir rasional mutlak diperlukan dalam filsafat.  Rasional mengandung arti bahwa bagian-bagian pemikiran tersebut berhubungan antara satu dan lainnya secara logis. kalau diibaratkan sebagai satu bagan, bagan tersebut adalah bagan yang berisi kesimpulan yang "diperoleh dari premise-premise". Sistematis juga termasuk juga ciri-ciri berpikir filsafat. Kegiatan filsafat bukanlah berpikir secara kebetulan akan tetapi, ia harus berdasarkan aturan-aturan penalaran atau logika. Pada dasarnya berpikir filsafat ialah berusaha untuk menyusun suatu sistem pengethuan yang rasional dalam rangka memahami segala sesuatu termasuk diri kita sendiri.  Menyeluruh atau universal termasuk juga ciri atau karakteristik berpikir filsafat. Suatu sistem fillsafat harus bersifat komprehensif atau menyeluruh. Oleh karena itu, tidak ada satupun yang berada di luar jangkauannya. Seorang filosof dalam mencari kebenaran atau hakikat segala sesuatu, kebenaran atau hakikat ini harus dinyatakannya dalam bentuk umum atau komprehensif. Dengan kata lain, dalam berpikir filsafat tidak boleh ada satu sisi pun yang tertinggal, tetapi harus tercakup didalamnya secara keseluruhan. Begitu juga dengan ciri filsafat berikutnya, ialah mendasar atau radikal. Telah di sebutkan bahwa ilmu atau sains hanya mampu memberi penjelasan sebatas pengalaman atau kenyataan empiris, sedangkan berpikir filsafat lebih jauh dari itu, yakni akan sampai ke dasar segala dasar. Dengan demikian, tidak ada satu tapal batas pun atau suatu yang tahu bagi kegiatan berpikir filsafat.

Demikianlah beberapa karakteristik berpikir filsafat. akan tetapi, Jujun s. Suriasimantri menambahkan satu karakteristik lagi, yakni spekulaif. Penambahan ini dapat diterima, karena spekulatif adalah dasar ilmu pengetahuan. Agaknya ciri inilah yang menjadikan jurang pemisah antara pengetahuan filsafat dan pengetahuan sains. Spekulatif sebagai dasar bagi sains (ilmu) hanya bersifat sementara, yang kemudian harus dibuktikan secara empiris dengan menggunakan metode ilmu atau sains.

Kendatipun filsafat menjadikan spekulatif sebagai salah satu cirinya, namun bukan berarti ia berpikir hanya menebak-nebak atau menerka-nerka tanpa aturan. Akan tetapi, dalam analisis dan pembuktian filsafat akan dapat diketahui dan ditetakan mana spekulatif yang benar dan logi. Hal ini berarti, kebenaran berpikir filsafat hanya sepanjang kerangka filosofis dan belum tentu benar dalam kenyataan secara empiris. Sementara kebenaran hasil ilmub atau sains dikatakan konsensus dari seluruh ilmuwan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan hasil kajian ilmu atau sains harus dapat dikaji ulang atau diperiksa ulang oleh yang bersangkutan atau saintis lain dengan hasil yang sama. Jika tidak ditemukan hasil yang sama, penemuan seperti itu tidak dapat direkomendasikan oeh para saintis lain dan dipandang tidak pernah ada.

Adapun objek bahasan Filsafat terbagi menjadi tiga bahasan pokok:

1. al-Wujud atau ontologi.
2. al-Ma'rifat atau epistimologi.
3. al-Qayyim atau aksiologi.

Pembahasan ontologi mencakup hakikat segala yang ada (al-munjudat). Dalam dunia filsafat "yang mungkin ada" termasuk dalam pengertian "yang ada". Dengn kata lain, "yang mungkin ada" merupakan salah satu jenis "yang ada." Dan dia tidak dapat dimasukkkan ke dalam kelompok "yang tiada," yang berarti tidak ada atau dalam bahasa lain "mustahil ada".

Pada umunya bahasan "yang ada" (al-manjudat) terbagimenjadi dua bidang, yakni fisika dan metafisika. Bidang fisika mencakup tentang manusia, alam semesta, dan segala sesuatu yang terkandung di dalamnya, baik benda hidup maupun benda mati. Sementara bidang metafisika membahas ketuhanan dan masalh yang imateri.

Pembahasan epistimologi bersangkutan dengan hakikat pengetahuan dan cara bagaimana atau dengan sarana apa pengetahuan yang dapat diperoleh. Pembicaraan tentang hakikat pengetahuan ini ada dua teori. Teori pertama yang disebut dengan realisme berpandangan bahwa pengetahuan adalah gambar atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata. Gambaran atau pengetahuan yang ada dalam akal adalah kopi dari yang asli yang terdapat di luar akal. Jadi, pengetahuan menurut teori ini sesuai dengan kenyataan.

Sementara ini, teori kedua yang disebut dengan idealisme berpandangan bahwa pengetahuan adalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui. Berbeda dengan realisme, pengetahuan menurut teori idealisme ini berarti tidak mengambarkan kebenaran yang sebenarnya karena, menurutnya, pengetahuan yang sesuai dengan kenyataan adalah mustahil.

Pembicaraan tentang metode-metode untuk memperoleh pengetahuan ada dua teori pula. Teori pertama yang disebut dengan empirisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh dengan perantara pancaindra. Alat utama inilah yang memperoleh kesan-kesan dari apa yang ada di alam nyata. Kesan-kesan tersebut berkumpul dalam diri manusia yang kemudian menyusun, dan mengaturnya menjadi pengetahuan. Sementara itu, teori kedua disebut dengan rasionalisme berpandangan bahwa pengetahauna diperoleh dengan perantara akal. Memang untuk memperoleh data-data dari alam nyata ini dibutuhkan sekali akal. Andaikan bersandar pada pancainra semata, manusia tidak akan mempu menafsirkan proses alamiah yang terjadi di jagada raya ini. Jadi, apa Allah yang menyusun konsep-konsep rasional yang disebut dangan pengetahuan.

Akan tetapi, dalam ajaran agama wahyu, pengetahuan dapat diperoleh melalui wahyu. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedangkan pengetahuan yang diperoleh melalui pancaindra dan akal bersifat relatif.

Pembahasan aksiologi bersangkutan dengan hakikat nilai. Dalam menentukan hakikat atau ukuran baik dan buruk dibahas dalam filsafat etika atau akhlak. Dalam menentukan hakikat atau ukuran benar dan salah dibahas dalam filsafat logika atau mantiq. Dalam menentukan hakikat atau ukuran indah dan tidaknya dibahas dalam filsafat estetika atau jamal.

Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar, M.A